- Home>
Posted by : cumimii.blogspot.com
Minggu, 22 November 2015
Bisakah Manusia Menjamin Masa Depan yang Bahagia?
Anda baru saja pindah ke rumah baru
yang tampaknya kokoh dan menarik. Rumah batu seperti itulah yang sudah
lama Anda idam-idamkan. Masa depan kelihatannya cerah! Namun, selang
beberapa tahun saja, rumah itu rusak parah dan harus dirobohkan. Anda
merasa amat terpukul. Tetapi, bukan Anda saja yang mengalaminya. Problem
yang sama terjadi pada rumah-rumah lain di daerah Anda. Setelah
diselidiki, ternyata penyebabnya adalah rancangan serta konstruksi yang
jelek dan batu bata yang cacat.
SEPERTI rumah itu, dunia ini
mengalami kesulitan besar. Meski ada tak terhitung banyaknya eksperimen
sosial dan politik serta kemajuan yang menakjubkan dalam bidang sains
dan teknologi, unsur-unsur dasar masyarakat itu sendiri tampaknya
semakin berantakan. Di sejumlah negeri, pelanggaran hukum dan anarki
sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Apakah keputusasaan akan memaksa
manusia untuk memecahkan problem-problem mereka, dan pada akhirnya
menciptakan pemerintahan yang baik? Perhatikan pernyataan beberapa pakar
tentang riwayat umat manusia.
”Kita Telah Mencoba Segalanya”
Dalam upaya menjadikan dunia ini
tempat yang lebih baik, kaum cendekiawan mulai dari filsuf Yunani Plato
hingga filsuf politik Jerman serta sosialis Karl Marx telah mengusulkan
berbagai ideologi politik. Hasilnya? Sebuah artikel dalam jurnal New Statesman mengatakan,
”Kita belum berhasil menghapus kemiskinan atau menggalang perdamaian
dunia. Malah, tampaknya yang kita capai justru yang sebaliknya. Bukannya
kita belum mencoba. Kita telah mencoba segalanya, dari komunisme sampai
kapitalisme; dari Liga Bangsa-Bangsa sampai penimbunan nuklir. Kita
telah melancarkan terlalu banyak ’perang untuk mengakhiri perang’ dengan
keyakinan bahwa kita tahu cara mengakhiri perang, dan pusat-pusat kota
kita kelihatan seperti baru diserang habis-habisan.” Artikel itu
melanjutkan, ”Ketika abad [ke-20] baru mulai, kita amat antusias karena
percaya bahwa para ilmuwan akan menyelamatkan kita, tetapi ketika abad
itu berakhir kita tidak percaya lagi pada sepatah kata pun yang mereka
ucapkan.”
Pada tahun 2001, profesor emeritus
bidang ekonomi dan sejarah sosial di London University bernama Eric
Hobsbawm menulis bahwa sistem politik umat manusia ”menghadapi masa
manakala tindakan manusia telah menimbulkan dampak yang luar biasa atas
alam dan bola bumi”. Solusi, atau pengurangan dampak, atas
problem-problem ini ”akan menuntut langkah-langkah yang, hampir dapat
dipastikan, tidak akan mendapat dukungan melalui penghitungan suara atau
pembatasan pilihan konsumen. Hal ini tidak menguntungkan untuk prospek jangka panjang bagi demokrasi ataupun bagi bola bumi ini”.
Sewaktu menyadari bahwa bencana sudah
di depan mata, astrofisikawan yang termasyhur di seluruh dunia dan
pengarang buku terlaris bernama Stephen Hawking bertanya, ”Dalam dunia
yang kacau secara politik, sosial, dan lingkungan, bagaimana umat
manusia dapat bertahan 100 tahun lagi?”
Mengapa Riwayatnya Begitu Buruk?
Hanya Alkitab yang secara memuaskan
menjelaskan mengapa manusia gagal total memerintah diri sendiri. Antara
lain, Alkitab memberi kita evaluasi yang benar-benar terus terang
mengenai kondisi manusia. Sebagai contoh, perhatikan empat kebenaran
dasar berikut.
Kita semua tidak sempurna. ”Semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah.” (Roma 3:23)
Sebagaimana batu bata yang cacat bisa mengakibatkan bangunan menjadi
rapuh dan roboh, ketidaksempurnaan yang diwarisi manusia nyata dalam
perilaku yang dapat melemahkan masyarakat, antara lain kecenderungan
untuk korupsi, ketidakjujuran, ketamakan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Ini bukan hal baru. Kira-kira tiga ribu tahun yang lalu, seorang penulis
Alkitab yang bijaksana menyatakan, ”Manusia menguasai manusia sehingga
ia celaka.”—Pengkhotbah 8:9.
Para pemimpin dalam pemerintahan
dan sistem peradilan mengakui ketidaksempurnaan serta kelemahan kita dan
berupaya menangkalnya dengan seperangkat undang-undang. Tetapi, mereka
melakukannya dengan kesadaran penuh bahwa tidak ada yang bisa membuat
hukum yang memaksa orang mengasihi sesamanya atau taat hukum.
Kematian menimpa kita. ”Janganlah
percaya kepada para bangsawan, ataupun kepada putra manusia, yang
padanya tidak ada keselamatan. Apabila rohnya [atau daya kehidupannya]
keluar, ia kembali ke tanah; pada hari itu lenyaplah segala pikirannya.”
(Mazmur 146:3, 4)
Raja Salomo dari Israel kuno, yang dianggap sebagai salah seorang
penguasa paling bijaksana sepanjang masa, memperhatikan bahwa kerja
kerasnya ternyata sia-sia belaka. Ia menulis, ”Aku, aku membenci semua
kerja keras yang kulakukan di bawah matahari, yang akan aku tinggalkan
bagi orang yang akan ada setelah aku. Dan siapa yang tahu apakah ia akan
berhikmat atau bodoh? Namun ia akan mengendalikan semua kerja keras
yang kulakukan . . . Ini pun kesia-siaan.”—Pengkhotbah 2:18, 19.
Kita tidak mampu memerintah diri sendiri dengan baik.
”Manusia tidak mempunyai kuasa untuk menentukan jalannya sendiri.
Manusia, yang berjalan, tidak mempunyai kuasa untuk mengarahkan
langkahnya.” (Yeremia 10:23)
Bahkan seandainya kita sempurna, Alkitab mengajarkan bahwa selaras
dengan maksud-tujuan Allah yang semula, manusia tidak memiliki hak dari
Allah untuk memerintah diri sendiri ataupun kesanggupan untuk
melakukannya secara efektif. Misalnya, mengapa orang cenderung tidak
suka kalau orang lain atau kelompok lain memerintah-merintah mereka,
atau menetapkan standar moral atau etika bagi mereka? Jawabannya: Kita
diciptakan untuk mencari bimbingan dari wewenang yang lebih tinggi
daripada diri kita. Wewenang tersebut adalah Allah.—Yesaya 33:22; Kisah 4:19; 5:29.
Manusia dipengaruhi penguasa yang tidak kelihatan. ”Seluruh dunia berada dalam kuasa si fasik”—Setan si Iblis. (1 Yohanes 5:19)
Jika manajemen top sebuah perusahaan benar-benar korup—dan kebal
hukum—apa yang bisa dilakukan pegawai biasa untuk memperbaiki keadaan?
Hampir tidak ada. Begitu pula halnya dengan problem-problem yang
sebenarnya didalangi para penguasa dunia yang tidak
kelihatan—makhluk-makhluk roh yang jahat yang bekerja di bawah kendali
Setan. Alkitab menggambarkan para penguasa tersebut sebagai
”pemerintah-pemerintah”, ”kalangan berwenang”, ”para penguasa dunia dari
kegelapan ini”, dan ”kumpulan roh yang fasik di tempat-tempat
surgawi”.—Efesus 6:12.
Namun, Alkitab tidak sekadar
menyingkapkan kegagalan umat manusia dan para penguasa dunia yang tidak
kelihatan itu. Alkitab juga memuat kabar baik tentang solusi yang pasti
untuk semua problem kita, sehingga kita mempunyai dasar yang kuat untuk
memiliki harapan.
Pencipta Kita Memberikan Solusinya!
Andaikan kita harus memecahkan
sendiri problem-problem ini, kita tidak akan pernah bisa menemukan
solusinya. Orang yang paling cerdas, berkuasa, atau kaya sekalipun tidak
sanggup mengubah bahkan satu dari keempat kenyataan yang disebutkan
dalam artikel ini.*
Tetapi, seperti yang dijelaskan dalam artikel berikut, Pencipta kita
tidak melupakan atau meninggalkan kita. Malah, sebagai Penguasa yang sah
atas bumi, Ia akan menyingkirkan setiap rintangan yang menghalangi
kebahagiaan kita. (1 Yohanes 4:8) Selain itu, Ia akan melakukannya segera. Bagaimana kita tahu?
Sebagaimana dijelaskan dalam
terbitan bulan lalu majalah ini, peristiwa dunia dan kondisi sosial
dengan sangat jelas memperlihatkan bahwa kita sudah ada di pengujung
”hari-hari terakhir” dunia sekarang ini. (2 Timotius 3:1; Matius 24:3-7)
Namun, akhir itu tidak akan datang dalam bentuk bencana nuklir atau
tabrakan dengan asteroid atau dengan cara lain yang tanpa pandang bulu
memusnahkan yang baik maupun yang jahat. Sebaliknya, akhir itu terjadi
karena intervensi ilahi yang secara khusus ditujukan kepada orang fasik,
termasuk mereka yang berkukuh mempertahankan kedaulatan manusia. (Mazmur 37:10; 2 Petrus 3:7) Pada waktu yang sama, Allah akan mengakhiri semua penderitaan akibat ulah para penentang Allah tersebut.*—2 Tesalonika 1:6-9.
Setelah itu, sang Pencipta akan
memecahkan problem kita tentang pemerintahan dengan memberikan wewenang
penuh atas bumi kepada pemerintahan yang disebut ”kerajaan Allah”. (Lukas 4:43) Seperti yang akan kita lihat, pemerintahan dunia itu bakal mengubah pandangan kita tentang masa depan.
[Catatan Kaki]
Lihat artikel ”Apakah Filantropi Solusinya?” di halaman 19.
Pertanyaan ”Mengapa Allah Membiarkan Penderitaan?” dibahas di halaman 106 buku Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan? yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
[Kotak/ Gambar di hlm. 5]
”BATU BATA” YANG CACAT PADA MASYARAKAT MANUSIA
▪ Kita semua tidak sempurna.
▪ Kematian menimpa kita.
▪ Kita tidak mampu memerintah diri sendiri dengan baik.
▪ Manusia dipengaruhi penguasa yang tidak kelihatan.
[Kotak di hlm. 6]
MANUSIA TIDAK AKAN MENGHANCURKAN BUMI!
Alkitab menyediakan banyak bukti
bahwa sang Pencipta bermaksud agar bumi menjadi tempat tinggal yang aman
dan damai bagi orang-orang yang takut akan Allah. Perhatikan ayat-ayat
berikut.
”Ia telah menjadikan bumi di
tempatnya yang tetap; yang tidak akan digoyahkan sampai waktu yang tidak
tertentu, atau selama-lamanya.” —Mazmur 104:5.
”Engkau menetapkan bumi dengan kokoh agar tetap berdiri.” —Mazmur 119:90.
”Satu generasi pergi, dan satu generasi datang; tetapi bumi tetap berdiri bahkan sampai waktu yang tidak tertentu.” —Pengkhotbah 1:4.
”Bumi pasti akan dipenuhi dengan pengetahuan akan Yehuwa seperti air menutupi dasar laut.” —Yesaya 11:9.
”[Yehuwa adalah] Pembentuk bumi
dan Pembuatnya, Dialah yang mendirikannya dengan kokoh, yang tidak
menciptakannya dengan percuma, yang membentuknya untuk didiami.” —Yesaya 45:18.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar